Pengalaman Ikut Gakubu Program IPS Monbukagakusho




Dari dulu saya bermimpi ingin sekali belajar di Jepang. Tapi saya sadar kalau hal tersebut tentu saja memerlukan biaya yang sangat tinggi, dan rasanya berat sekali kalau membiayai sendiri. Maka dari itu sejak SMA, saya yang juga ingin mempelajari dan berminat pada bahasa dan literatur Jepang mulai mencari informasi mengenai beasiswa, sampai suatu ketika menemukan informasi mengenai Monbukagakusho

Hampir semua orang, utamanya yang berminat untuk melanjutkan studi di Jepang, tentu mengetahui perihal beasiswa ini. Pasalnya, beasiswa yang ditawarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Ilmu pengetahuan dan Teknologi Jepang ini begitu menggiurkan. Bagaimana tidak? Dari keberangkatan hingga kelulusan, seluruh biayanya ditanggung oleh pihak MEXT dan juga masih diberi uang saku sebesar ¥117,000 perbulan untuk menunjang masa studi kita selama di Jepang. Wow!

Namun sewaktu SMA ketika mulai mempersiapkan berkas sambil menunggu hasil UN (yang waktu itu belum ditiadakan), beberapa hari kemudian saya dinyatakan diterima di salah satu perguruan tinggi negeri Semarang melalui jalur SNMPTN. Wah, rasa senangnya bukan main karena saat itu saya sedang stress-stressnya mempersiapkan diri untuk mengikuti SBMPTN. Namun di satu sisi saya juga merasa ingin "memperjuangkan" beasiswa ke Jepang ini, tetapi ibu saya sempat berkata, "kuliah dulu disini lah, nduk." membuat saya berpikir ulang. Pada akhirnya saya merelakan kesempatan tersebut begitu saja karena keinginan keluarga (yang saya rasakan, kayaknya belum rela melepas saya jauh-jauh banget hiks mungkin karena saat itu masih pupuk bawang baru "mentas" dari jenjang menengah atas) dan... ternyata UN saya enggak tinggi-tinggi amat dari batas minimal syarat mengikuti Gakubu Monbu program IPS dan saat itu saya belum punya pegangan sertifikat bahasa apapun (read: JLPT). Singkatnya, minder duluan.

Akhirnya, tahun 2018 saya resmi menjadi mahasiswa di Semarang dan mengikuti perkuliahan disana. Sempat beberapa kali saya masih kepikiran beasiswa ini, tapi bolak-balik masih maju-mundur. Hingga tahun 2019 ketika mengikuti ujian JLPT N4 di Yogyakarta di bulan Desember, tiba-tiba kepikiran lagi untuk kembali memperjuangkan mimpi saya di penghujung kelulusan SMA saat itu: ikut monbukagakusho dan kuliah di Jepang.

Entahlah kebetulan atau bukan, tapi di tahun 2020 ternyata UN ditiadakan sehingga nilai UN yang menjadi salah satu persyaratan utama monbu untuk mengikuti seleksi document screening, tahun ini diganti menjadi nilai rapot SMA per semester. Mengetahui hal itu, saya langsung mengeluarkan rapot yang sudah lama sekali tertumpuk di dalam laci, kemudian mengecek dan menghitung kembali rata-rata rapot SMA. Alhamdulillah, meskipun tidak menyentuh angka 9 namun menurut saya cukup untuk mengikuti seleksi pertama. Usai menjelaskan perihal ini, orangtua saya ternyata mendukung dan mengizinkan saya untuk mendaftar seleksi. 

Saya membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk mempersiapkan berkas. Waktunya lumayan mepet dan terasa ribet karena selain sudah lama pindah dari kota dimana saya menempuh SMA dulu dan harus menempuh jarak yang lumayan untuk meminta surat rekomendasi dan legalisir, mengurusnya di tengah situasi pandemi rasanya sulit. Ditambah, saat itu saya juga kewalahan mengimbangi antara jam kuliah dan UAS. Rasanya weleh-weleh. Tapi enggak apa-apa, ketika mengurus berkas dalam waktu yang singkat, saya bisa kembali mengobrol dengan sensei Bahasa Jepang semasa SMA dulu. Berasa nostalgia, hehe. 

Yang paling banyak menghabiskan waktu lagi menurut saya adalah ketika menulis formulir pendaftaran. Pada form ini kita diminta untuk mengisi biodata, riwayat pendidikan, kemampuan berbahasa, pilihan jurusan serta esai singkat mengenai alasan memilih Jepang sebagai tujuan menimba ilmu, kontribusi apa saja yang dapat kita lakukan untuk Jepang dan negara asal, dan mengapa kita memilih jurusan yang kita minati. Semuanya diisi menggunakan Bahasa Inggris atau Jepang.

Di tahap ini saya sempat mengganti formulir 3 hingga 4 kali karena terus menerus merasa kurang sreg dengan apa yang saya tulis. Untungnya dalam pengisian ini bisa diketik. Setelah merasa yakin dengan semua berkas yang akan saya submit, seluruh dokumen saya cetak dan masukkan ke dalam amplop coklat besar yang telah tertulis alamat menuju Kedubes Jepang di Jakarta beserta dengan foto 3x4 terbaru, rapot yang telah dilegalisir dan juga surat rekomendasi lengkap dengan tanda tangan sensei SMA saya.

Setelah mengecek berkali-kali dan berdoa bersama kedua orangtua, saya pun melangkahkan kaki untuk mengirim amplop tersebut lewat kantor pos. Saya menghela nafas panjang dan merasa pasrah. Setelah itu saya pulang dan mulai mencetak soal-soal gakubu tahun lalu dan mempersiapkan materi untuk tes tertulis. 

Pengumuman Seleksi Berkas


Kira-kira satu setengah bulan kemudian pada tanggal 12 Agustus, hasil seleksi berkas pun diumumkan. Saya yang merasa pesimis mengingat pesertanya banyak sekali yang jago-jago dan umurnya banyak yang terpaut 2-3 tahun lebih muda dibandingkan saya tapi pencapaiannya sudah luar biasa, sehingga ketika grup openchat monbu di Line yang saya ikuti menjadi lebih ramai dari biasanya, saya merasa sangat datar dan tidak bersemangat. Saya benar-benar merasa tidak percaya diri kalau tidak akan lolos tahap satu. Namun ternyata...
;_;

Ada!


Alhamdulillah lolos!

Jujur waktu itu kaget banget karena memang tidak menyangka kalau akan menjadi salah satu di antara pelamar yang berhasil, meski baru tahap pertama. Dan semakin heboh lagi ketika membaca informasi dari pengumuman yang tertera di lama kedubes lebih lanjut, bahwa khusus untuk pelamar beasiswa yang lolos seleksi berkas kategori Gakubu dengan jurusan IPS-A tahun ini tidak perlu mengikuti ujian tertulis dan langsung mengikuti seleksi wawancara.

Rasanya bagai dihembus angin segar, terbang di antara awan-awan dan melambung di langit ketujuh. Lebay banget deh, Qy! Tapi betul terasa seperti itu, sih. πŸ˜† Namun dengar-dengar, pelamar tahun ini yang lolos ke tahap seleksi berkas lebih sedikit daripada tahun lalu. Mengingat ternyata pelamar gakubu IPS-A yang lolos ternyata langsung diikutkan seleksi wawancara, ada benarnya juga. Kemungkinan besar memang karena pandemi Covid-19 sehingga ada sedikit perbedaan antara seleksi monbu tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya. 

Namun euphoria-nya hanya terasa dalam sehari, karena setelah itu harus menghadapi realita bahwa ada wawancara yang akan saya hadapi. Saya memiliki waktu yang cukup banyak untuk mempersiapkan jawaban yang sekiranya akan ditanyakan sewaktu wawancara. Selama beberapa minggu, saya melakukan riset, merangkum "kisi-kisi" pertanyaan dari blog sampai postingan Quora dan mempersiapkan jawaban. Seleksi wawancara akan dilaksanakan usai pengumuman hasil ujian seleksi tulis untuk program Kosen, Senshu dan Gakubu IPA dan IPS-A. Kira-kira jaraknya sekitar 3 minggu setelah pengumuman, wawancara dilaksanakan. 

Sampai tibalah H-3 wawancara. 

Sebelum itu, para peserta yang lolos dikirimi surel mengenai jadwal dan pelaksanaan wawancara yang ternyata akan diadakan secara daring melalui video call aplikasi Cisco Webex. Kami juga diminta untuk melampirkan nomor WhatsApp yang aktif dan memastikan koneksi internet lancar di hari-H sehingga diharapkan tidak mengalami kendala pada saat wawancara berlangsung. Perbedaannya lagi dalam pelaksanaan wawancara tahun ini adalah satu peserta diberikan waktu 10 menit untuk menjawab pertanyaan dari penanya dan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang biasanya wawancara terdiri atas 5 peserta dalam satu ruang, kali ini pesertanya wawancara sendiri-sendiri alias 1 meeting room sendiri bersama para pewawancara. Saya yang awalnya tenang karena merasa sudah persiapan, mendadak deg-deg an membayangkan bagaimana situasinya nanti. Takut, gelisah, tapi harus tetap semangat... entah perasaan apa saja yang sudah berkecamuk dalam 4 hari itu. Ditambah lagi ternyata saya kebagian jadwal wawancara dimana ada presentasi kelompok dan juga tugas yang tenggat waktunya minggu itu juga. Pusinggg. 

Namun untungnya karena jadwal wawancara saya siang, pagi harinya saya bisa presentasi kelompok di salah satu mata kuliah yang saya ikuti dulu. Huf. 

Wawancara Daring


Pagi hari itu, saya bangun dalam keadaan hati yang gundah dan was-was. Tapi mau bagaimanapun, saya harus melewatinya. Sambil berusaha optimis dan berpikiran positif, saya bangun dan persiapan kelas, apalagi ada presentasi juga di kelas pertama nanti.

Alhamdulillah, presentasi berjalan dengan lancar dan memuaskan. Kelas selesai pukul 12.20 dan wawancara saya akan dilaksanakan pada pukul 14.45. Masih ada cukup waktu untuk mempersiapkan diri. Saya sempat di-chat oleh adik tingkat yang juga lolos ke seleksi wawancara bahwa ia telah selesai karena dapat sesi pagi. Usai saling mendoakan, kami mengakhiri percakapan. Saya bergegas mengenakan kemeja dan berkerudung rapi, kemudian stand by di depan laptop sambil menunggu waktu. Karena saya saat itu sedang kedapatan tamu bulanan sehingga berhalangan untuk sholat, hanya bisa berdoa sembari membaca-baca berkas saya kembali.

Setelah memuat ulang ruang Webex selama beberapa kali, akhirnya saya berhasil terhubung dan langsung diarahkan masuk ke ruang meet. Dalam room sudah ada beberapa user, namun hanya ada 2 orang nihonjin yang mengaktifkan kamera. Adapun pewawancaranya terdapat 3 orang, satu orang Indonesia yang sepertinya adalah alumni penerima beasiswa MEXT dan keduanya adalah nihonjin tadi. Pertanyaan yang diajukan semuanya berdasarkan pada formulir yang telah kita isi, sehingga tentu topik setiap peserta kemungkinan besar berbeda-beda. Namun terlepas dari pembahasan berdasarkan pada apa yang saya tulis (utamanya esai) pada form, saat itu pertanyaan yang saya dapatkan: 

① Silakan perkenalkan diri Anda secara singkat.
② Apa alasan Anda memilih Jepang?
③ Bagaimana cara mengatur waktu agar tidak stress ketika di Jepang?
④ Selain belajar, kegiatan apa saja yang ingin dilakukan di Jepang?
⑤    Bagaimana cara mengatasi perbedaan budaya antara Jepang dan negara Anda?

Mungkin karena saya merupakan pelamar Gakubu dengan jurusan IPS-A, pada saat wawancara berlangsung pertanyaan yang diajukan dominan menggunakan Bahasa Jepang. Ada beberapa yang menggunakan Bahasa Inggris, namun tidak lama pewawancara mengarahkan untuk menggunakan Bahasa Jepang kembali, karena sempat diminta "nihongo de setsumei shite kudasai" pada satu pertanyaan. Untuk penggunaan bahasa sepertinya tidak terlalu dinilai, asal bukan menggunakan Bahasa Indonesia dan pewawancara dapat memahami apa yang kita jawab, karena saya sempat diberitahu, "eigo de hanashitemo ii desu". Namun menurut saya apabila menjawab dengan Bahasa Jepang lancar tentu akan menjadi "spark" nilai tersendiri bagi peserta. 

Seputar Wawancara


Setelah memperkenalkan diri dan menjelaskan alasan memilih Jepang, yang membuat saya merasa tercekat di awal adalah saya langsung diserbu dengan pertanyaan, "kamu kan sudah menginjak tahun ketiga perkuliahan? Kenapa justru mengikuti program Gakubu? Umurmu dan mahasiswa lain kelak pasti akan ada gap yang lumayan. Menurut saya sih, kamu lebih baik mengikuti program S2 saja."

Deg. Beneran, saya tidak menyangka kalau akan langsung diterjang dengan pertanyaan seperti itu. Mana sempat salah menjawab pula, jadi sedikit rada tidak nyambung. Saya otomatis merasa tergagap, berusaha memutar kepala untuk menjawab sedangkan saya diburu oleh waktu. Entah bagaimana saya berhasil menjawab, namun tidak secara memuaskan dan menurut saya ada banyak sekali minusnya ketika menjelaskan alasan saya mengambil program ini. 

Saya baru bisa merasa rileks ketika ditanyai oleh dua pewawancara terakhir mengenai seputar minat  saya mengenai jurusan yang saya pilih dan perihal negeri sakura itu sendiri. Pokoknya di akhir-akhir saya merasa kalau itu merupakan last chance untuk menaikkan citra dan "menjual" potensi yang saya miliki. πŸ˜“

Akhirnya wawancara selesai. Ternyata saya wawancara lebih dari 10 menit. Saya masih ingat wawancaranya dimulai terlambat lebih 2 menit dan berakhir pada pukul 15:06. Begitu salah satu nihonjinnya berkata, "kami pikir itu sudah cukup. Untuk hasilnya apakah Anda lolos atau tidak, kami akan memberitahu Anda melalui surel pada hari Senin.". Setelah saya membalas dengan "arigatou gozaimashita", panggilan pun berakhir.

Setelah itu saya bengong lama. Lega dan takut secara bersamaan. Beberapa menit kemudian baru sinkron lagi, dan mengkabari adik tingkat yang tadi juga mengikuti seleksi untuk saling bertukar pikiran tentang wawancara tadi. Reaksi kami sama: rasanya ingin mengulang lagi untuk menjawab hal-hal yang masih belum sempat dikatakan.

Tapi mau bagaimana lagi? Semuanya telah terjadi. Yang penting sudah berusaha sebaik mungkin. Kami hanya kembali bisa saling mendoakan, tawakkal sambil berharap yang terbaik. Saya masih ingat, usai wawancara yang sempat bikin saya galau itu, saya diajak makan mie ayam bersama dengan ibu dan adik, hihi. Lumayan, perasaan saya jauh menjadi lebih baik. Setelah itu saya mulai mempersiapkan hati untuk menerima apapun hasil yang akan saya dapatkan besok pada hari Senin.

Pengumuman Wawancara 


Tibalah hari Senin. 
Openchat Line kembali ramai seperti biasanya. Karena sebelum-sebelumnya hasil seleksi diumumkan sekitar pukul 12.00-an, banyak yang mengira bahwa pengumuman wawancara kali ini juga sama. Namun ternyata diundur hingga sore, sampai ada satu-dua anak yang mengikuti program senshu dan kosen melapor di grup kalau mereka lulus dan pengumumannya sudah dikirim via surel. Wah, gakubu masih belum. Harusnya bentar lagi nih, pikirku waktu itu. Tapi 10 menit kemudian tepat pukul 16:00, akhirnya ada surel bersubjek "BEASISWA" muncul. 

Namun,

Sayangnya saya tidak lolos ke tahap secondary screening. πŸ˜”

Tahun ini ada 12 orang yang dinyatakan lolos seleksi wawancara, namun nomor ujian saya tidak tertera di antaranya.

Perasaan saya? 
Wah, bohong saya kalau tidak merasa sedih. 😁
Tentu saja kecewa, gakkari, kuyashii! Sempat sedikit mau menangis, karena merasa yappari umaku ikanakatta nee. Tapi yah, sudahlah! Saya berusaha legowo. Belum rejeki...

Setelah mengkabari bahwa saya tidak lolos, orangtua dan sahabat-sahabat karib saya langsung menghibur saya. 

"Enggak apa-apa nduk, yang penting kamu udah berusaha. Kamu kan masih muda, masih banyak peluang lain yang bisa dicapai. Kalau kamu mau ikut program lain pun yang sekarang enggak sia-sia, kan, karena setidaknya sudah dapat pengalaman. Sekarang ikhtiar lagi, tawakkal lagi. Insya Allah mimpimu bisa tercapai."

"Enggak apa, kamu udah berjuang, Qy. Masih ada kesempatan lain. Semangat!"

Dari yang awalnya merasa terpuruk, begitu disemangati oleh keluarga dan teman-teman yang suportif membuat saya kembali bangkit. Betul, perjalanan saya masih panjang. Masih ada banyak peluang lain. Mungkin memang bukan jalan saya mengambil S1 di Jepang. Mungkin juga karena saya sudah menduduki tahun ketiga perkuliahan, hal ini menjadi pertimbangan bagi pihak panitia untuk tidak meloloskan saya ke secondary screening, atau memang jawaban wawancara saya yang "ngambang" dan kurang mendetail. Yah, memang ada banyak kemungkinan. Yang jelas saya sadar, rasanya ini adalah cara Allah memberi tahu saya untuk fokus menjalani studi dulu di Semarang sampai lulus. Tapi saya yakin, entah kapan, insya Allah kalau saya terus berikhtiar dan bertawakkal kepada-Nya, mimpi saya suatu saat untuk melanjutkan studi di Jepang pasti akan terwujud. Aamiin. πŸ’ͺ

Meskipun beragam hal yang telah terjadi dan pada akhirnya tidak sesuai dengan ekspektasi, saya belajar banyaaak sekali dalam berusaha memperjuangkan program beasiswa ini. Ada banyak pengalaman dan pelajaran yang bisa dipetik, yang tentunya bisa saya gunakan sebagai "referensi" dalam kehidupan di kemudian hari. :-)

Oh iya! Saya mendapat kabar kalau adik tingkat saya yang juga mengambil program yang sama ternyata lolos seleksi wawancara dan Jumat pekan lalu sepertinya sudah selesai mengirimkan berkas untuk dikirim oleh pihak kedubes ke Jepang untuk mengikuti tahap secondary screening. Alhamdulillah! Kalau kebetulan membaca ini, A-san, semoga lancar dan sukses selalu, ya. Itsudemo ganbare! πŸ’•

Sebelum mengakhiri tulisan kali ini, saya mempunyai beberapa tips yang mudah-mudahan bermanfaat bagi pejuang monbu berikutnya (meskipun untuk ujian tulis saya tidak dapat memberikan saran apa-apa selain mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam mengerjakan soal dan mematangkan materi), utamanya dalam seleksi berkas dan wawancara. 

Tips Seleksi Berkas & Wawancara


① Untuk adik-adik SMA yang berminat untuk mengambil beasiswa ini, ada baiknya sudah dipersiapkan beberapa bulan, atau bahkan setahun sebelumnya itu jauh lebih bagus. Karena dengan mempersiapkan berkas secara matang, kalian akan memiliki waktu yang banyak untuk mempersiapkan diri menghadapi tes tertulis. (Fyi, setelah saya perhatikan dan menurut beberapa peserta yang sudah mengerjakan tesnya pun, soal SBMPTN itu levelnya sedikit jauh dibawah jenis soal tes monbu. Bahkan ada yang bilang bisa dikatakan bahwa tipe soal Matematika IPA-A monbu itu "mirip" dengan soal SIMAK UI dan beberapa  butir soal olimpiade tingkat nasional. Menurut saya pribadi mungkin soal Matematika IPS monbu lebih mirip ke EJU, ya?)

② Karena UN sudah dihapus, kemungkinan besar kedepannya yang digunakan untuk mendaftar sebagai salah satu syarat utamanya adalah rata-rata nilai rapot. Perhatikan nilai kamu selama di sekolah, kalau bisa jangan sampai ada yang turun drastis. Tapi selama nilai rata-ratanya sesuai dengan kriteria yang disebutkan dalam laman kedubes, insya Allah menurut saya akan aman-aman saja, selama essai dan surat rekomendasi tertulis dengan bagus dan rinci. 

③ Dalam pengisian esai, sebisa mungkin jangan menyertakan alasan 'receh' seperti "ingin menikmati pemandangan indah Jepang", "ingin jalan-jalan ke Jepang", "ingin menikmati makanan Jepang". Karena kolom yang tersedia juga sedikit, usahakan kemukakan visi dan misi kamu memilih program beasiswa ini dengan singkat namun jelas dan mengena. Perlihatkan kalau memang kamu serius untuk mengambil studi di Jepang bukan hanya untuk main-main.

Untuk surat rekomendasi, saya sarankan meminta untuk diisikan oleh guru semasa SMA yang memang dekat dan sangat memahami kemampuan, potensi serta kepribadian yang kita miliki. Jangan lupa juga dilegalisir.

④ JLPT dan EJU. Kedua ini menurut saya merupakan berkas tambahan yang diutamakan dalam seleksi dokumen. Semakin tinggi level JLPT yang dimiliki, semakin besar kesempatan diterima dan akan sangat berpengaruh dalam seleksi secondary screening nantinya. Boleh-boleh saja menyertakan sertifikat bahasa lain seperti TOEFL, namun saya lebih merekomendasikan kedua sertifikasi tersebut. 

⑤ Ketelitian sangatlah diperhatikan dalam seleksi dokumen. JANGAN SAMPAI ADA YANG TERLEWAT. Karena sedikit saja ada yang kurang, dokumen tidak akan diproses dan kamu akan langsung tereliminasi. Tidak perlu menyertakan dokumen yang tidak diminta oleh kedubes. 

⑥ Sebisa mungkin dokumen tidak tertekuk atau tertukar urutannya, dan kirim jauh-jauh hari sebelum batas waktu penerimaan dokumen. Jangan mepet! πŸ™†

⑦ Dalam mempersiapkan wawancara, perbanyak membaca dan mencari referensi pertanyaan-pertanyaan apa saja yang sekiranya akan ditanyakan dalam seleksi supaya mendapatkan gambaran. Tips saya jangan terlalu terpaku pada jawaban yang telah kita persiapkan, karena pertanyaan yang ditanyakan pun tidak selalu mirip dengan apa yang terdapat pada postingan pengalaman terdahulu. Pewawancara cenderung memilih topik pertanyaannya berdasarkan poin-poin yang telah kita tulis di formulir.

⑧ Bersikap tenang, banyak senyum. Perlihatkan kalau memang kita serius dan berminat dalam mengikuti program beasiswa ini. Hati-hati jangan sampai blank! Saya sempat blank selama beberapa menit di awal wawancara dan... ya, usai seleksi selesai rasanya sangat tidak nyaman dan gelisah karena was-was dan tidak yakin kalau sudah melakukan yang terbaik. 

⑨ Kuasai flow wawancara. Menurut saya ini juga susah. Tapi tidak ada salahnya berlatih terlebih dahulu.

⑩ Latihan di depan kaca, orangtua atau teman. Dengan begini melatih mental supaya tidak grogi dan terbiasa berbicara menjawab pertanyaan di depan banyak orang.

⑪ Perbanyak kosakata dan latihan berbicara dengan Bahasa Jepang atau Inggris, karena wawancaranya akan dilaksanakan utamanya dengan menggunakan kedua bahasa tersebut. (sangat tidak direkomendasikan menggunakan Bahasa Indonesia, meskipun salah satu pewawancaranya merupakan orang Indonesia sekalipun)

Berdoa. Berdoa. Berdoa! 

Penutup


Saya harap tulisan ini dapat menjadi manfaat dan pembelajaran terutama bagi teman-teman yang sedang berjuang meraih beasiswa monbukagakusho. Mungkin bagi saya, saat ini salah satu mimpi terbesar yang saya miliki belum terwujud, tapi ada banyak amanat yang bisa saya petik. Seperti kata pepatah, "banyak jalan menuju Roma", kalau Roma saja ada banyak jalan, tidak menutup kemungkinan Jepang juga dong. *Ba dum tss*πŸ˜‚. Memang belum bisa terwujud kali ini, tapi saya akan terus berikhtiar bahwa ada jalan lain yang dapat mengantarkan saya untuk meraih mimpi! :-) Pengalaman ini tentu akan menjadi salah satu lembar dalam kehidupan saya yang tidak akan pernah terlupakan. 

Kemudian, Ingatlah bahwa setiap usaha selalu akan membuahkan hasil, dan jangan pernah menyepelekan kekuatan doa. *sembari ngomong sama kaca* Tetap semangat dan kelak semoga sukses selalu bagi siapa saja yang membaca postingan ini. Sekian dulu dari saya. Ciao, see you! ✨

Comments

  1. Kak mau nanya, brarti klo mau daftar monbukagakusho mesti bisa bhs Jepang dulu ya kak, klo anak IPS?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo! Maaf ya, baru balas >< iya betul kak, karena untuk kategori IPS diutamakan memiliki kemampuan Bahasa Jepang :)

      Delete
  2. kak materi yang diujikan untuk kategori IPS apa saja ya kak? Apakah sama seperti tes sbmptn gitu? Terimakasih:)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai! Maaf ya baru balas, untuk kategori IPS aku pernah baca dan dengar-dengar kalau soal yang hampir setara dengan tes tertulis MEXT itu justru tipe soal seperti yang diujikan pada SIMAK-UI (untuk MTK-nya). Kalau soal Bahasa Jepang contohnya bisa dilihat di websitenya ada :) tapi setelah aku lihat sekilas sudah mencakup kira-kira materi dari N5 hingga N3.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts